BANYAK umat Islam yang waswas saat akan berpuasa. Sebagian orang
merasa takut tidak leluasa beraktivitas; sebagian khawatir stamina
merana, gairah kerja kabur entah ke mana. Padahal, sesuai anjuran agama,
berpuasa mestinya tidak mengurangi produktivitas dan kegiatan
keseharian.
SEMANGAT dari ritual puasa tidak menyuruh umat Islam
bermalas-malasan, tapi justru harus bekerja keras meskipun dalam keadaan
lapar dan dahaga. Karena dengan puasa, kaum Muslimin malah akan
sehat.*RIZWAN/”PR”
Secara teoretis, beristirahat dan mengatur pengeluaran energi
seefisien mungkin termasuk salah satu cara untuk menjaga kebugaran
tubuh. Akan tetapi, tentu saja, itu tak berarti kita harus memperpanjang
jadwal tidur di bulan suci ini. Terlalu banyak memejamkan mata justru
mengundang rasa lesu. Jadi, sebaiknya bagaimana? Untuk itu, ada pola
manajemen aktivitas tubuh yang bisa dijalankan agar gangguan penurunan
produktivitas semacam itu bisa tersingkirkan dan kita bisa menjalani
ibadah puasa dalam kondisi bebas hambatan kesehatan.
Manajemen metabolisme
Memasuki bulan Ramadan, frekuensi makan minum berkurang, yakni jadi
dua kali, saat sahur dan buka puasa. Kondisi ini menyebabkan pengurangan
metabolisme tubuh. Konsekuensinya, energi minimal yang dibutuhkan tubuh
untuk pernapasan, sirkulasi, gerakan usus, otot, suhu badan, aktivitas
kelenjar, dan fungsi tubuh lain yang berhubungan dengan pertumbuhan
(metabolisme basal) juga menurun.
Secara alamiah, penurunan metabolisme basal akan mengurangi
kebutuhan pasokan makanan. Otomatis, penggunaan energi pun akan efisien.
Keadaan ini juga akan menurunkan kadar gula dalam darah, yang
mengundang rasa kantuk. Namun, penurunan ini hanya berlangsung
sementara, yaitu sekira 2-3 hari. Setelah itu, tubuh beradaptasi
sehingga mampu menjaga keseimbangan meskipun pada titik konsumsi lebih
rendah. Cadangan energi dalam tubuh dapat bertahan selama 24-48 jam.
Padahal berpuasa hanya selama 14 jam.
Ketika berpuasa, perangkat pencernaan dalam kondisi santai. Oleh
karena itu, asam lambung dan enzim pencernaan pun beristirahat. Selama
itu pula akan terjadi proses "cuci gudang" terhadap cadangan energi dan
zat sampah yang sarat akan racun. Dengan berpuasa, zat racun pengundang
penyakit dibuang, sedangkan cadangan energi yang lama bersemayam di
dalam hati dan sel otot diubah menjadi energi untuk beraktivitas.
Keteraturan frekuensi makanan dengan takaran yang tepat ternyata
juga berdampak pada peningkatan kualitas profil darah. Bila kita
memosisikan konsep berpuasa sebagai ajang pendisiplinan diri dan bukan
konsep "balas dendam", kualitas sel darah akan meningkat. Kebiasaan
terampil mengelola aktivitas dan pola makan di bulan puasa juga
berpotensi meningkat berat badan ke titik ideal.
Manajemen olah raga
Aspek psikologis jelas akan tampak karena secara agamis kita juga
berlatih mengendalikan diri. Orang jadi jauh lebih tenang, damai, bijak,
jujur, ikhlas, serta menjaga tata etika pergaulan dalam tatanan sosial
kemasyarakatan.
Bagaimana dengan pengaturan istirahat di bulan suci? Bila kondisi
memungkinkan, pada dasarnya baik ibu hamil maupun menyusui boleh saja
berpuasa. Secara normal, jam istirahat yang dibutuhkan ibu hamil, ibu
menyusui, anak-anak, dan lansia memang lebih banyak dibanding orang
dewasa pada umumnya. Lebih-lebih saat puasa, lantaran adanya perubahan
waktu jaga dan waktu istirahat pada mata, otak, dan organ lainnya.
Jumlah jam tidur pada setiap orang memang berbeda, tetapi bagi "kelompok
khusus" ini dapat mencapai 8-10 jam per harinya. Saat menjalankan
puasa, ini dapat disiasati dengan tidur siang 1-2 jam dan tidur malam
sekira 8-9 malam sehingga saat sahur, rasa kantuk pun kabur.
Perubahan pola tidur di bulan suci bisa mengubah daur fisiologi
hormon pertumbuhan (growth hormone) dan hormon kostisol secara otomatis.
Aktivitas kedua hormon tersebut mencapai puncak produksinya dari tengah
malam hingga menjelang subuh setelah mengalami tidur yang nyaman.
Hormon pertumbuhan berfungsi meningkatkan penghancuran asam amino
dari darah ke otak sehingga sangat membantu pemulihan sel saraf secara
permanen, sedangkan hormon kortisol memegang peran utama dalam
menghadapi stressor (penyebab stres) pada pagi hari, mengurangi
peradangan, dan keletihan.
Jadi secara fisiologis, ibu hamil dan menyusui akan merasakan beban
berlebih pada pagi hari (karena masih mengantuk) dan rasa lapar haus
menjelang siang yang lebih berat. Jika kondisi ini diperberat dengan
kurang jam istirahat atau tidur, berarti membatasi kemampuan tubuh untuk
memperbaiki kerusakan jaringan, serta mengurangi energi dan stamina
untuk esok harinya.
Oleh karena itu, sebaiknya diupayakan cukup tidur karena aktivitas
ini akan memulihkan sel-sel otot termasuk jantung, ginjal, sumsum merah
tulang, lambung, dan otak. Sebaliknya, tidur yang berlebihan akan
membuat tinus otot berkurang, eksitasi sel saraf dan hormon kortisol
menurun sehingga jadi loyo, kulit wajah kering, dan tidak segar.
Ketika berpuasa, tetaplah aktif melakukan kegiatan sehari-hari,
tidak bermalas-malasan. Aktivitas ini dapat merangsang pengeluaran
hormon-hormon antiinsulin yang berfungsi melepas gula darah dari
simpanan energi, sehingga kadar gula darah tidak menurun. Jadi, tetap
bugar sepanjang hari.
Pada anak-anak pun idealnya ada selingan kegiatan misalnya pagi hari
mengikuti pesantren kilat atau kursus sampai tengah hari, dilanjutkan
tidur siang (1-2 jam), belajar (1-2 jam), dan bermain/olah raga (1-2
jam). Dengan begitu, pada jam 17.30 anak-anak sudah dalam keadaan
bersih, segar, dan puas, sambil menunggu waktu berbuka puasa. Pada ibu
hamil dan menyusui, bisa istirahat setelah pulang kantor atau
mengerjakan tugas-tugas rumah tangga sekira 1-2 jam sebelum berolah raga
atau sekadar melakukan peregangan tubuh agar tetap segar.
Olah raga rekreasi di sore hari adalah salah satu alternatif
kegiatan untuk mendapatkan kepuasan, kegembiraan, dan kesehatan. Jadi,
sangat pas dilakukan pada bulan puasa, seperti jalan-jalan, joging,
bersepeda, senam, main sepatu roda, memancing, main catur, dan
lain-lain. Meski dalam keadaan puasa, olah raga dibutuhkan guna
mempertahankan kebugaran jasmani. Berpuasa selama sebulan penuh tanpa
olah raga akan mengganggu rangkaian fungsi tubuh, mulai dari penurunan
kadar Hb, kekuatan otot, daya tahan jantung dan paru-paru, sampai
gangguan kekebalan tubuh.
Tentu, olah raga untuk ibu hamil berbeda. Pertama, dalam keadaan
sehat, tidak terdapat gangguan kehamilan yang membahayakan janin dan ibu
hamil. Kedua, usia kehamilan telah melewati masa krisis pertama, yaitu
lebih dari 3 bulan dari kehamilan sampai usia 9 bulan kehamilan. Ketiga,
olah raga yang dilakukan tidak memiliki unsur loncatan dan kekuatan
yang ekstrem.
Oleh karena itu, jenis olah raga yang sangat dianjurkan untuk ibu
hamil saat puasa adalah jalan-jalan, senam hamil, atau peregangan khusus
bila jalan dan senam tidak dapat dilakukan. Semua gerakan dilakukan
secara lambat namun bertenaga. Jangan lupa, sebaiknya tidak menahan
napas setiap kali mekukan gerakan.
Manajemen makan
Karena pada saat berpuasa racun sumber penyakit terbuang, keluhan
gangguan kesehatan pun akan berkurang. Jangan khawatir, puasa takkan
menyebabkan orang jadi kelaparan atau kekurangan gizi. Pasalnya,
kelaparan atau kekurangan gizi baru tampak setelah tiga atau empat
bulan, sedangkan puasa hanya berlangsung selama 30 hari.
Pada saat puasa memang akan terjadi dehidrasi akibat kekurangan air.
Akan tetapi, tubuh akan melakukan adaptasi sehingga hal tersebut tidak
berkepanjangan. Untuk mencegahnya, sempatkan minum cukup pada saat sahur
dan buka puasa, yaitu sekira 3-4 gelas. Kebutuhan tubuh akan cairan
juga dapat terpenuhi makanan mengandung air, seperti sayuran dan
buah-buahan segar.
Benar, sahur merupakan saat yang kurang menyenangkan untuk makan,
lantaran rasa kantuk yang menerjang. Akan tetapi, bagaimanapun, sahur
tetap perlu demi stabilitas pasokan energi sepanjang siang. Untuk itu,
menu sahur sebaiknya menarik dalam rupa dan rasa, serta mengandung gizi
lengkap. Tanpa sahur, persediaan energi untuk siang hari berada di titik
krisis, hanya cukup untuk kira-kira dua jam setelah bangun tidur. Ini
bisa menurunkan gairah kerja.
Untuk berbuka puasa, pilihlah makanan manis dan mudah dicerna
seperti puding, kolak, manisan, dan lain-lain. Selain tidak mengejutkan
perangkat pencernaan yang sempat beristirahat selama kira-kira 14 jam,
makanan bercita rasa manis juga mampu menormalkan kembali kadar gula
darah. Marhaban ya Ramadan! (Rinrin R. Khaltarina)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar