Cari Blog Ini

Kamis, 02 Februari 2017

DHA DAN AA PADA SUSU FORMULA

Riset yang terus menerus dilakukan terhadap kandungan susu formula, memperlihatkan temuan baru. Ternyata, penambahan DHA (docosahexaenoic) dan AA (arachidonic acid) yang biasa dilakukan para produsen susu formula dianggap tidak perlu.

Setidaknya, itulah yang dikemukakan oleh Dr. Alan Lucas, Direktur Pusat Penilitian Nutrisi Anak-anak MRC, London dalam Konggres Nasional Ilmu Kesehatan Anak ke XI di Jakarta, awal Juli ini. Dokter Lucas mengemukakan, bahwa penambahan DHA dan AA pada susu formula, ternyata tidak terbukti meningkatkan kemampuan penglihatan dan sistem saraf bayi.

Penelitian dokter Lucas sejalan dengan hasil penelitian Ross Paediatric Lipid Study di Amerika Serikat pada tahun 1997 yang menunjukkan tidak adanya perbedaan pertumbuhan dan fungsi penglihatan pada bayi yang diberi DHA dan AA di 12 bulan pertama. Dewan Pakar dari Amerika Serikat dan Canada, pada tahun 1998 juga menyimpulkan bahwa tidak ada cukup bukti-bukti ilmiah untuk mendukung penambahan DHA dan AA pada formula untuk bayi yang lahir normal.

Sebenarnya DHA dan AA bisa diperoleh lewat asam-asam lemak esensial, dari nabati dan hewani yang dikomsumsi ibu sejak ia hamil. Bila ibu pada saat hamil rajin mengkomsumsi lemak esensial ini, pembentukan DHA dan AA pada bayi akan terbentuk dengan sendirinya karena asam-asam lemak esensial ini merupakan perintis DHA dan AA.

Menurut dokter Lucas, ensim yang berfungsi untuk proses biosintesa asam-asam lemak esensial menjadi DHA dan AA sudah tersedia di sistem syaraf pusat dan hati di janin dan bayi. DHA dan AA adalah komponen yang sangat berguna dalam pembentukan sistem syaraf pusat yang terdapat di otak. Umur 0 hingga dua tahun, seorang bayi mengalami perkembangan otak yang sangat cepat, melewati pertumbuhan bagian-bagian tubuh lainnya.

ada artikel buluk tentang AA dan DHA sebagai berikut:

 JAKARTA, JUM'AT 22 SEPTEMBER 2000
 HARIAN MEDIA INDONESIA - HAL 9

 DHA SULIT DISERAP BAYI
 JANGAN TERPENGARUH IKLAN SUSU

 JAKARTA (MEDIA) : Tingkat konsumsi Docosahexanoic Acid (DHA) yang
 berlebihan akan membahayakan metabolisme tubuh. Sebab tubuh terpaksa
 dibebani pekerjaan yang lebih berat untuk mengeluarkan asam lemak
 esensial tersebut.

 Spesialis penyakit anak Dr. Utami Roesli MBA, mengutip hasil penelitian
 yang dilaksanakan di Australia, Amerika Serikat maupun Eropa, bahwa di
 tiga kawasan negara maju ini, belum dihasilkan efektifitas dari penambahan
 DHA dalam produk susu maupun makanan bayi dan anak-anak termasuk
 untuk ibu hamil. "Jadi belum ada anjuran untuk menambahkan unsur asam
 linoleat dan asam linolenat itu ke dalam susu", ujarnya kepada Media,
 kemarin di Jakarta. Lebih jauh ditegaskan, seperti juga lemak susu sapi,
 maka asupan DHA tsb. tersebut bukan merupakan ikatan rantai panjang,
 sehingga masih sulit diserap oleh pencernaan bayi. Terlebih lagi, katanya,
 karena susu yang akan dikonsumsi ini harus dibuat dengan menggunakan
 air panas hingga mengalami proses pemanasan. Akibatnya, aktifitas enzim
 desaturase dan elongase yang memfasilitasi pembentukan DHA dalam tubuh
 secara otomatis hancur.
 Karena itu, Utami, sebagai pakar air susu ibu (ASI) mengingatkan kepada
 masyarakat, khususnya kaum ibu, supaya jangan terpengaruh terhadap iklan
 susu dan makanan pendamping ASI yang mengandung DHA dengan iming-
 iming mampu meningkatkan kecerdasan bayi.
 "Asam lemak esensial tersebut justru cukup terkandung dalam ASI, bahkan
 unsur DHA-nya tergolong ikatan rantai panjang yang sangat mudah diserap
 pencernaan bayi", ujarnya. Karena itu dia menganjurkan agar bayi diberikan
 ASI sejak lahir sampai umur 4 bulan, karena asam lemak ASI juga terdiri
 dari  asam arakidonat. "Berarti, kandungannya melebihi unsur asam linoleat dan
 asam linolenat".
 Setelah empat bulan, katanya, bayi dapat diberikan tempe yang mengandung
 pula asam linoleat maupun asam linolenat karena lemaknya termasuk ikatan
 rantai panjang. Utami menjelaskan, setelah mencapai umur enam bulan, bayi
 juga dapat diberikan ikan laut, yang secara alami mengandung pula kedua
 asam lemak itu tanpa harus mengonsumsi susu formula.

 Menyesatkan

 Ketua Lembaga Peningkatan Penggunaan ASI Rumah Sakit Saint Carolus ini
 mengakui, semboyan "Empat Sehat Lima Sempurna" yang berlaku sejak dulu
 dinilai telah menyesatkan masyarakat. "Orang beranggapan konsumsi makanan
 sehari-hari belum sempurna jika tidak minum susu. Susu bukan berarti tidak
 penting, namun bukan segala-galanya", tegasnya lagi. Dia bahkan melihat
 iklan  susu maupun makanan bayi dan anak-anak yang diimplementasi dengan DHA
 cenderung menyesatkan masayarakat, karena produsen memanfaatkan
 kebodohan konsumen yang tak memahami manfaat sesungguhnya dari
 unsur tambahan tersebut.

 Sementara, kalangan spesialis gizi di Indonesia umumnya menyatakan masih
 awam terhadap kandungan DHA dalam susu. Karena sampai sejauh ini, belum
 pernah dilakukan penelitian tentang manfaatnya.
 Dokter Soebagyo Sumodihardjo MSc, pakar gizi dari bagian Ilmu Gizi
 Fakultas  Kedokteran Universitas Indonesia, mengungkapkan pihaknya baru mengetahui
 hal itu dari media massa.
 Ketika ditemui Media usai pembukaan lokakarya "Pemerataan serta  Peningkatan
 Pemanfaatan Lulusan Pendidikan Tenaga Kesehatan di Sektor Non-Departemen
 Kesehatan dan Kesejahteraaan Sosial" kemarin di Jakarta, dia belum  bersedia
 dimintai komentarnya. "Saya baru mengkliping dan belum membaca literatur",
 ujarnya. Dia berjanji memberitahukan hal tersebut seminggu kemudian  setelah
 segala informasi dikumpulkan dari berbagai sumber.

 Spesialis Anak Dr. Sri S. Nasar sebelumnya menginformasikan bahwa  overdosis  DHA pada manusia, sejauh ini baru terlihat dialami orang Eskimo yang  banyak  mengkonsumsi ikan laut. Dikatakan bahwa gejalanya berupa perdarahan, mirip  flek-flek berwarna kebiruan di kulit. "Efek yang lain baru ditemukan pada  monyet  maupun tikus, tapi gejalanya berbeda

Tidak ada komentar: