Banyak orang tua acapkali memberi cap atau label "malas" atau
"lelet" kepada anaknya. Sebutan ini bisa jadi merugikan sebab membuat
anak kurang berusaha karena merasa upaya yang dilakukannya tidak akan
diperhatikan. Bahkan mereka akan berlaku sebagaimana diharapkan melalui
label yang disandangnya itu. Pada gilirannya, label itu akan merusak
pembangunan konsep diri anak yang dibentuk sejak kecil.
Yang penting dilakukan justru membangun semangat anak. Hal ini bisa
terbentuk melalui kepercayaan yang diberikan kepadanya, melalui kegiatan
yang unik serta mengandung tantangan dan dorongan lainnya. Kemungkinan
alasan itu berbeda-beda pada setiap orang, namun orangtua hendaknya
mampu membangun semangat anaknya dengan merefleksikan diri atas
pengalaman masa kecilnya sendiri.
Cara lain adalah dengan memberikan tanggung jawab kepada anak,
misalnya memberi kesempatan utnuk menentukan sendiri jadwal kegiatan
mereka. Kapan membereskan kamar, mengerjakan PR, menonton TV dll. Akan
sangat baik lagi bila orangtua mengetahui seluruh potensi yang dimilki
oleh anak. Potensi ini bisa jadi berlainan dengan hal-hal yang dianggap
penting oleh orangtua, namun setidaknya ada beberapa hal yang dapat
dikembangkan bersama.
Malah Merusak Anak
Ada beberapa kekeliruan besar yang dipertahankan kebanyakan
orangtua. Kekeliruan itu misalnya, orangtua dan guru menyatakan anak
sekolah cenderung malas belajar, pelajar sekolah harus rajin belajar
supaya pandai, tujuan pendidikan agar anak menjadi pandai. Padahal
tujuan pendidikan adalah membantu anak menjadi orang dewasa mandiri
dalam kehidupan masyarakat kelak. Orang kemudian mengenal dirinya
sendiri, baik keunggulan maupun kelemahannya, dan bertanggungjawab serta
penuh perhatian kepada sesamanya. Jadi peran sekolah adalah membantu
anak memperoleh tingkat kepandaian sesuai dengan tingkat kemampuan
intelektualnya, yang diperlukan untuk menunaikan tugasnya dikemudian
hari sebagai anggota masyarakat.
Jadi syarat mutlak untuk berhasilnya proses pendidikan adalah bahwa
orang tua harus menerima anak mereka sebagaimana adanya, entah pandai,
entah biasa, entah lemah, cantik, cakep atau biasa-biasa saja.
Masalah dalam pendidikan anak dimulai ketika orangtua tidak menerima
kenyataan itu. Sebagai contoh, banyak orangtua menuntut anaknya agar di
Taman Kanak-Kanak untuk diajarkan berhitung, membaca bahkan jika perlu
diajarkan bahasa Inggris. Orangtua menyuruh anak SD mengikuti bimbingan
belajar dan mencarikan guru les. Orangtua memaksa anak TK masuk les tari
atau les piano, padahal anak tidak memiliki bakat ke arah itu. Orangtua
seperti ini tidak mendidik, malah merusak anak.
Yang lebih menyedihkan, ada lembaga pendidikan yang memenuhi
tuntutan orangtua yang justru merugikan anaknya. Mustahil diperoleh anak
yang memiliki kepribadian penuh, berharga bagi sesama, rendah hati,
pantang mundur kendati memiliki kekurangan, bila saat usia sekolah
mengalami salah asuhan. Kemampuan anak harus dikembangkan agar dia
menjadi orang yang memiliki rasa percaya diri. Jadi kalau anak dituntut
terlalu berat justru timbul rasa tidak percaya diri yang akhirtnya
membawa kegagalan, dan pada gilirannya, timbullah malasnya.
sumber: mail dari milis balita anda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar